Wednesday, March 20, 2013

ANALISA KESTABILAN LERENG PADA LONGSORAN BUSUR DENGAN METODE BISHOP



ANALISA KESTABILAN LERENG PADA LONGSORAN BUSUR DENGAN METODE BISHOP



 1.PENDAHULUAN
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain: gaiian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka (Arief, 2007)
Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapai dalam pekerjaan rekayasa konstruksi pertambangan. Gangguan terhadap kestabilan lereng akan mengganggu keselamatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerusakan alat penambangan, mengurangi intensitas produksi dan menggangu kelancaran pelaksanaan penambangan (Almenara, 2007). Oleh karena itu, analisis kestabilan lereng sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya gangguan akibat bahaya longsor tersebut. 
Tujuan utama dari analisis kestabilan lereng tambang adalah menghasilkan suatu rancangan dinding tambang yang aman dan ekonomis. Menurut Arief (2007) tujuan dari analisis kestabilan lereng adalah sebagai berikut : 
  1. Untuk menentukan kondisi kestabilan dan tingkat kerawanan suatu lereng. 
  2. Memperkirakan bentuk keruntuhan kritis yang mungkin terjadi. 
  3. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran. 
  4. Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng. 
  5. Merancang suatu desain lereng galian atau timbunan yang optimal dan memenuhi kriteri akeamanan dan      kelayakan ekonomis. 
  6. Memperkirakan kestabilan lereng, selama konstruksi dilakukan maupun dalam jangka waktu yang panjang. 
  7. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran. 
  8. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai. 
Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan dan bidang perlapisan (Sulistianto, 2001 dalam Diah 2007). Struktur-struktur tersebut, selain lipatan, selanjutnya disebut sebagai bidang lemah. Disamping struktur geologi, kehadiran air dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat mempengaruhi kestabilan lereng. 

Secara umum perpaduan orientasi diskontinuitas batuan akan membentuk empat tipe longsoran utama pada batuan, yaitu : 
  1. Longsoran busur(circular sliding failure) 
  2. Longsoran planar (planar sliding failure) 
  3. Longsoran baji(wedge sliding failure) 
  4. Longsoran jungkiran(toppling failure) 
Namun demikian, seringkali tipe longsoran yang ada merupakan gabungan dari beberapa longsoran utama sehingga seakan-akan membentuk suatu tipe longsoran yang tidak beraturan (raveling failure) atau seringkali disebut sebagai tipe longsoran kompleks. 
Untuk mengetahui adanya potensi tipe longsoran pada suatu aktivitas pemotongan lereng batuan, perlu dilakukan pemetaan orientasi diskontinuitas yang dilakukan, baik sebelum maupun sesudah lereng batuan tersebut tersingkap. Sementara itu, rnetode analitik untuk memprediksi potensi longsoran batuan dan cara penanggulangannya seringkali tidak efektif (Maerz, 2000 dalam Endartyanto 2007). Oleh karena itu, penggunaan desain empiris dan klasifikasi massa batuan menjadi penting (Franklin, 1996 dalam Endartyanto 2007).
II. PEMBAHASAN
Pada daerah dimana tanahnya sangat datar, terdapat kekuatan yang cenderung gerakan tanah dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah. Pada satu titik semarang bidang dari suatu massa tanah memiliki tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan terjadi pada titik tersebut.

Ø Konsep Stabilitas Lereng
Analisis stabilitas didasarkan pada konsep umum keseimbangan batas (General Limit Equilibrium), untuk menghitung factor keamanan (SF) yang melawan gaya runtuh pada stabilitas lereng tersebut. Factor keamanan digambarkan dimana pergeseran tanah Faktor keamanan digambarkan dimana pergeseran tanah harus dikurangi dengan menempatkan massa tanah pada daerah batas keseimbangan sepanjang daerah longsoran. Faktor keamanan didefinisikan:    
                                                            
Dengan :
SF   = faktor keamanan terhadap kekuatan tanah
Sf    = kekuatan geser rata-rata dari tanah (kN/m2)
Sd    = Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor kN/m2)
Pada umumnya suatu lereng dapat dikatakan stabil apabila faktor keamanannya lebih besar dari pada satu. Kestabilan lereng tergantung dari kekuatan geser tanahnya. Pergeseran tanahnya terjadi karena adanya gerakan relatif antara butir-butir tanah. Oleh karena itu, kuat geser tanah tergantung pada gaya yang bekerja antara butir-butirnya. Tanah yang padat dengan susunan butir seperti pembagian ukuran butir (interlocking) dan besarnya kontak antara butir, lebih besar kekuatan gesernya dari tanah yang lepas (Braja M. Das.,1993).
Coulomb telah menyelidiki kekuatan geser tanah dan menyatakan bahwa : “perlawanan gesekan tidak mempunyai suatu nilai yang tetap akan tetapi berbeda-beda besarnya nilai tegangan normal yang bekerja pada bidang geser”
Anggapan-anggapan yang digunakan adalah :
a)      Besarnya perlawanan kohesi dianggap mempunyai nilai yang tetap dan tidak tergantung dari tegangan yang bekerja ini.
b)      Kohesi terbagi merata pada luas permukaan geser artinya mempunyai nilai yang tetap untuk type tanah tertentu, pada suatu kadar air dan kondisi uji tertentu.
Kekuatan geser tanah terdiri dari dua komponen, yaitu kohesi dan geseran oleh Coulomb dinyatakan dalam suatu persamaan yang berupa suatu garis lurus dalam suatu sistem koordinat dengan sumbu tegak Sf dan sumbu horizontal dapat didefinisikan dengan rumus (Braja M. Das, 1993)
Dimana :
Sf       = kekuatan geser tanah/tegangan geser pada keruntuhan (kN/m2)
c        = kohesi (kN/m2)
ɸ       = sudut geser tanah
σ       = tegangan normal raffi rata pada permukaan bidang Iongsor (kN/m2)
Besamya nilai kohesi dan sudut geser tanah (c dan ɸ ) merupakan parameter efektif, mempengaruhi lokasi daerah kritis longsoran dengan keadaan faktor keamanan yang minimum.
Gambar 1. Grafik kekuatan geser
Nilai sudut geser dalam tanah  tergantung dari kepadatan butiran tanah terutama pasir yang terkandung didalamnya, namun dipengaruhi juga akibat gradasinya (Braja M. Das, 1993).
Faktor keamanan adalah titik terikat pada tingginya keserongan jika c ditetapkan nol, tingginya keserongan secara umum mempengaruhi stabilitas. Pada tegangan yang rendah, material boleh tidak berkohesi jika tegangan tanah meningkat bersamaan dengan kenaikan ketinggian, material tanah akan memperlihatkan nilai kohesi yang nyata.
Posisi yang paling relatis dan permukaan gelincir kritis adalah pada umumnya diperoleh pada saat menggunakan parameter kekuatan yang efektif c dan . Pada daerah tanah yang tidak jenuh, tekanan air pori akan meningkatkan tegangan tanah dimana sepadan dengan peningkatan tegangan kohesif. 

Ø Analisa Kestabilan lereng
Secara prinsip, pada suatu lereng pada dasarnya berlaku dua macam gaya, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak.
Konsep dari faktor keamanan yaitu perbandingan antara gaya penahan dan gaya penggerak yang diperhitungkan pada bidang gelincirnya. Jika gaya penahannya lebih besar dari gaya penggeraknya maka lereng tersebut dalam keadan stabil (mantap).Tetapi bila gaya penahannya lebih kecil dari gaya penggeraknya, maka akan menyebabkan terjadinya kelongsoran. Kemantapan suatu lereng dapat dinyatakan sebagai berikut :


 


Adapun hubungan beberapa variasi nilai faktor keamanan terhadap kemungkinan longsoran lereng maupun pada perancangan lereng dapat dilihat pada tabel 2.1, 2.2 dan 2.3.


Tabel 2.1. Nilai Faktor Kemanan untuk perencanaan lereng (menurut Sosrodarsono)
Nilai Fk
Keadaan lereng
< 1,01,0 – 1,2
1,3 – 1,4
1,5 – 1,7
Tidak mantap
Kemantapan diragukan
Memuaskan untuk pemotongan dan penimbunan
Mantap untuk bendungan

Tabel 2.2 Hubungan nilai Fk dan kemungkinan kelongsoran lereng tanah (menurut Bowles, J.E) :
Nilai Fk
Kemungkinan Longsor
< 1,07
1,07 < Fk < 1,25
> 1,25
Kelongsoran biasa terjadi
Kelongsoran pernah terjadi
Kelongsoran jarang terjadi

Tabel 2.3. Kisaran faktor keamanan (Ward, 1976)
Faktor Keamanan
Kerentanan Gerakantanah
Fs < 1,2
1,2 < Fs < 1,7
1,7 < Fs < 2,0
Fs > 2,0
Tinggi, gerakantanah sering terjadi
Menengah, gerakantanah dapat terjadi
Rendah, gerakantanah dapat terjadi
Sangat Rendah, gerakantanah sangat jarang terjadi

Ø Longsoran busur
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas. Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh karena itu batuan yang telah lapuk cenderung bersifat seperti tanah. Tanda pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka lereng, kadang-kadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan atas lereng yang berada disamping rekahan. Penurunan ini menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng tersebut (Gambar 2.)
clip_image006
Gambar 2.longsoran busur.



Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya akan terjadi pada tanah atau material yang bersifat seperti tanah. Antar partikel tanah tidak terikat satu denga yang lain, dengan demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan yang sangat lapuk serta banyak mengandung bidang lemah maupun tumpukan batuan yang hancur.
Longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas (loose material) seperti material tanah.Sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur (Gambar di bawah). Batuan hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran (Hoek and Bray, 1981). Pada longsoran busur yang terjadi pada daerah timbunan, biasanya faktor struktur geologi tidak terlalu berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan.Pada umumnya, kestabilan lereng timbunan bergantung pada karateristik material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada dan faktor luar yang mempengaruhi kestabilan lereng pada lereng timbunan.


http://2.bp.blogspot.com/-JbzAblk__lY/TuDLuVKLboI/AAAAAAAAADI/TBS7arZOffU/s320/New+Picture+%252812%2529.png
 





  Gambar 3. longsoran busur.

Ø Metode Bishop
1)   Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran
2)   Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan
3)   Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum. Metode bishop merumuskan untuk mencari F sebagai berikut :


 




 
Dimana :
                       
          W = γ. h .b









Contoh kasus
Suatu lereng pada tambang batubara setinggi 20 m dan kemiringan 650  mengalami kelongsoran seperti terlihat pada gambar. Hitung FK lereng tersebut ! Metoda Bishop







 Gambar 4. Contoh lereng dengan longsoran busur.





  • Bab III   : Penutup


 Gambar 5. sayatan  lereng pada metode bishop.


Tabel .2.4. Perhitungan longsoran busur dengan metoda bishop


 







III. Kesimpulan
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada batuan yang lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali lagi kedudukannya. Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan kekar yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas. Pada tanah pola strukturnya tidak menentu dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya.
F dinyatakan stabil, apabila  F >1,3
Selisih antara F1 dan F2 < 10-3
 Maka dari proses perhitungan F dengan proses iterasi maka nilai F diperoleh = 1,273  = 1,3

Dengan selisih antara F1 dan F2 diperoleh :
= 1,277 – 1,273 = 0,004

Maka lereng tersebut diklasifikasikan sebagai berikut :




Sumber :

No comments:

Post a Comment

mohon masukannya demi kebaikan kita bersama